BBC - Buku Moderasi Beragama, Pengembangan dan Implementasinya dalam Pendidikan Pesantren - Sebagai lembaga pendidikan Islam asli Indonesia, pesantren memiliki peran sangat penting di dalam membumikan ajaran keislaman yang tidak resisten dengan nilai-nilai kebangsaan dan keindonesiaan. Komitmen tersebut secara empiris bisa dilihat dari perkembangan pesantren yang mengutamakan dakwah Islam melalui pendekatan sosial kultural bagi masyarakat yang berada di sekitar pesantren. Pada satu sisi, pesantren tumbuh subur di kalangan masyarakat pedesaan memainkan peran yang sangat penting dalam mentransformasikan nilai-nilai keikhlasan dalam segala bentuk aktivitas, baik yang berhubungan dengan aspek peribatan maupun kegiatan sosial. Karakter keikhlasan inilah yang merupakan dasar dari ekspresi keislaman yang secara terus menerus tercermin dalam berbagai segi kehidupan masyarakat pesantren.
Pada sisi yang lain, karakteristik pesantren pada dasarnya ditunjukkan dalam bentuk kemandirian, baik secara kelembagaan maupun proses pendidikan yang dikembangkannya.
Kemudian dalam konteks transmisi keislaman karakteristik Sebagai lembaga pendidikan Islam asli Indonesia, pesantren memiliki peran sangat penting di dalam membumikan ajaran keislaman yang tidak resisten dengan nilai-nilai kebangsaan dan keindonesiaan. Komitmen tersebut secara empiris bisa dilihat dari perkembangan pesantren yang mengutamakan dakwah Islam melalui pendekatan sosial kultural bagi masyarakat yang berada di sekitar pesantren. Pada satu sisi, pesantren tumbuh subur di kalangan masyarakat pedesaan memainkan peran yang sangat penting dalam mentransformasikan nilai-nilai keikhlasan dalam segala bentuk aktivitas, baik yang berhubungan dengan aspek peribatan maupun kegiatan sosial.
Karakter keikhlasan inilah yang merupakan dasar dari ekspresi keislaman yang secara terus menerus tercermin dalam berbagai segi kehidupan masyarakat pesantren.
Pada sisi yang lain, karakteristik pesantren pada dasarnya ditunjukkan dalam bentuk kemandirian, baik secara kelembagaan maupun proses pendidikan yang dikembangkannya.
Kemudian dalam konteks transmisi keislaman karakteristik yang dikembangkan lebih mengarah pada upaya untuk mengharmonisasikan antara ajaran Islam dan keindonesiaan yang dibangun secara seimbang sebagai dasar penanaman nilai-nilai keislaman yang toleran, inklusif, dan moderat. Pondok pesantren mengutamakan pemahaman tentang kemaslahatan umat dengan tetap melestarikan tradisi dan budaya lokal sebagai bagian dari sejarah yang tidak bisa dipisahkan dari bangsa Indonesia. Pesantren dengan demikian merupakan lembaga yang identik dengan makna keislaman sekaligus mengandung makna “keaslian Indonesia” (indigenous).
Kemampuan pesantren dalam membangun peradaban (ats-tsaqafah al-Islamiyah) tidak bisa dipisahkan dari kiai dengan segala pemikiran dan karyanya sebagai tulang punggung pesantren. Peradaban agung merupakan barakah kiai yang tanpa lelah membangun pesantren, mengembangkan masyarakat, dan merawat tradisi intelektual keilmuan yang mutawatir dari generasi ke generasi melalui transmsi kitab kuning. Melalui khazanah khas (genuine) dunia pesantren yang disebut kitab kuning, para kiai mampu menggerakkan bahkan menentukan laju perubahan zaman. Para kiai dengan kreatif menyelami dan mendalami gerak kehidupan yang dipahatkan dalam karya-karya tulis yang mengagumkan. Warisan-warisan kitab-kitab kuning selalu dikreasi untuk terus melaju dengan tantangan zaman.
Kreasi tersebut berbentuk aneka ragam, mulai dari kitab syarah, khulashah, mukhtasar, hingga menulis kitab baru dalam beragam bahasa.
Kitab kuning merupakan identitas paling utama yang melekat pada pesantren, sehingga banyak kalangan mengatakan bahwa kitab kuning merupakan salah satu unsur dalam pesantren yang sudah establish dan menjadi bagian dari pesantren itu sendiri (Assegaf, 2007: 90, Mastuhu, 1994: 25).
Tradisi kitab kuning di pesantren ini tentu tidak terlepas dari hubungan intelektual keagamaan dengan para ulama Haramayn dan Hadramaut, tempat di mana banyak para pemimpin pesantren belajar agama. Sebagaimana dikatakan Azyumardi Azra bahwa pengaruh madrasah-madrasah yang berada di Timur Tengah, baik yang dilihat maupun yang dipelajari oleh para ulama Nusantara yang sedang berhaji atau menuntut ilmu di pusat Islam tersebut memiliki pengaruh penting terhadap tradisi keilmuan di pesantren.
Selain itu, ciri khas yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan Islam lain di Indonesia adalah bahwa pesantren memiliki jaringan, silsilah, sanad, maupun genealogi yang berkesinambungan untuk menentukan tingkat efisoterisitas dan kualitas keulamaan seorang intelektual.
Literasi kitab kuning yang diajarkan di pesantren jumlahnya sangat banyak, namun secara umum yang banyak dimiliki dan diajarkan para kiai adala kitab-kitab fikih, terutama yang bermadzhab Syafii. Dalam riset Martin Van Bruinessen kitab-kitab kuning yang beredar di kalangan pesantren di Indonesia sejak abad 20 jumlahnya mencapai 900 judul yang meliputi fikih 20%, dan sisanya adalah ushuluddin 17%, bahasa Arab nahwu sharaf balaghah 12%, hadis 8%, tasawuf 7%, akhlak 6%, pedoman doa mujarrobat 5%, dan karya karya pujian kepada nabi Muhammad, qishas al-anbiya, mawlid, manaqib berjumlah 6 (Bruinessen, 1999: 228-229).
Secara umum kajian-kajian dalam kitab kuning berisi tentang berbagai pendapat yang berbeda dari para ulama, terutama ulama fikih yang sudah menjadi habitus di pesantren yang diikuti oleh para santri dan mayoritas umat Islam Indonesia.
Karakteristik perbedaan pendapat dalam hukum Islam atau fikih tersebut memberikan sumbangan besar bagi kehidupan dan pendidikan di pesantren. Tentu dengan penguasaan literasi kitab klasik atau turots (kitab kuning) yang dikembangkan oleh para ulama tersebut secara khusus para santri akan mengadopsi dan mengikuti pesan-pesan keragaman pendapat dari para ulama yang berbeda.
Untuk itu, karakteristik moderat yang dimiliki pesantren tidak bisa dipisahkan dari penghormatan pendapat dari jumhur ulama mazhab yang beragam, sehingga pengetahuan tentang keragaman mazhab menjadi faktor utama dalam pengembangan moderasi beragama di Indonesia.
Pada posisi seperti ini konsep memahami sumber pengetahuan ajaran Islam dalam kitab kuning menjadi bagian dari indikator pembentukan nilai keislaman yang inklusif dan moderat. Keluasan dan kedalaman (tabahhuron wa ta’ammuqon)
pengetahuan tentang ajaran keislaman secara langsung maupun tidak langsung akan membawa individu atau kelompok muslim tertentu bersikap lebih bijak dan moderat. Sebaliknya, pemahaman keislaman yang tidak dibangun dari kedalaman dan keluasan pengetahuan ajaran Islam akan mengarah pada bentuk keislaman yang kaku, bahkan tidak menutup kemungkinan akan canderung memunculkan tensi ketegangan di masyarakat.
Kondisi ini tentu saja juga akan berdampak pada munculnya klaim kebenaran yang tidak hanya mengarah pada kesenjangan di masyarakat yang berbeda agama (non-muslim), namun juga mengarah pada sesama masyarakat muslim, sehingga realitas seperti ini akan bertolak belakang dari spirit ajaran keislaman dalam mengembangkan prinsip ummatan wasathan bagi keragaman bangsa Indonesia. Pemahaman Karakteristik perbedaan pendapat dalam hukum Islam atau fikih tersebut memberikan sumbangan besar bagi kehidupan dan pendidikan di pesantren. Tentu dengan penguasaan literasi kitab klasik atau turots (kitab kuning) yang dikembangkan oleh para ulama tersebut secara khusus para santri akan mengadopsi dan mengikuti pesan-pesan keragaman pendapat dari para ulama yang berbeda. Untuk itu, karakteristik moderat yang dimiliki pesantren tidak bisa dipisahkan dari penghormatan pendapat dari jumhur ulama mazhab yang beragam, sehingga pengetahuan tentang keragaman mazhab menjadi faktor utama dalam pengembangan moderasi beragama di Indonesia.
Pada posisi seperti ini konsep memahami sumber pengetahuan ajaran Islam dalam kitab kuning menjadi bagian dari indikator pembentukan nilai keislaman yang inklusif dan moderat. Keluasan dan kedalaman (tabahhuron wa ta’ammuqon) pengetahuan tentang ajaran keislaman secara langsung maupun tidak langsung akan membawa individu atau kelompok muslim tertentu bersikap lebih bijak dan moderat. Sebaliknya, pemahaman keislaman yang tidak dibangun dari kedalaman dan keluasan pengetahuan ajaran Islam akan mengarah pada bentuk keislaman yang kaku, bahkan tidak menutup kemungkinan akan canderung memunculkan tensi ketegangan di masyarakat. Kondisi ini tentu saja juga akan berdampak pada munculnya klaim kebenaran yang tidak hanya mengarah pada kesenjangan di masyarakat yang berbeda agama (non-muslim), namun juga mengarah pada sesama masyarakat muslim, sehingga realitas seperti ini akan bertolak belakang dari spirit ajaran keislaman dalam mengembangkan prinsip ummatan wasathan bagi keragaman bangsa Indonesia.
Pemahaman keagamaan yang semata-mata didasarkan pada normativitas ajaran agama yang menjauh dari konteks kebangsaan tidak berbanding lurus dengan semangat pengembangan sikap toleransi.
Meskipun demikian, bukan berarti kekayaan literasi klasik keislaman atau turots yang akrab dengan pesantren tersebut mampu diwujudkan secara keseluruhan dalam mengembangkan sikap moderat dalam ekspresi keislaman. Pola pendidikan di pesantren secara umum, meskipun sudah memilki karakter mengedepankan kajian kitab kuning sebagai penguatan literasi keislaman, namun pola pengajaran yang dilakukan pesantren dalam realitas pengembangannya perlu ditinjau ulang, terutama pada era regenerasi pesantren saat ini.
Peninjauan kembali terhadap pembelajaran kitab kuning saat ini perlu dilakukan karena dalam proses perkembangannya masih bersifat konvensional.
Secara internal, kondisi ini merupakan faktor yang menjadi tantangan bagi pengembangan moderasi beragama ketika saat ini regenerasi untuk penguatan literasi kitab kuning tersebut dipahami secara konvensional mulai nampak terlihat di sebagian pesantren. Untuk itu, pengembangan dan penguatan literasi kitab kuning ini perlu dilakukan melalui pendekatan kontekstual yang diharapkan akan memberi dan sekaligus membangun sikap moderasi beragama yang komprehensif.
Dalam pengertian yang lebih khusus pendekatan kontekstual disini menekankan pada pemaknaan untuk mereaktualisasikan kembali konten yang dikandung dalam kitab kuning, khususnya dalam konteks perubahan sosial kultural yang terjadi saat ini.
Di sisi lain, gelombang era informasi dan teknologi yang menandai kemunculan otoritas baru dalam konteks paham keagamaan seperti hadirnya para ulama atau ustad baru semakin menguatkan sinyal bahwa pengembangan moderasi beragama di pesantren mendapatkan tantangan serius.
Pada saat yang sama, faktor kemunculan ideologi yang mengusung narasi kontra terhadap nilai kebudayaan dan tradisi dalam level tertentu akan meredupkan semangat kebangsaan. Secara umum faktor eksternal yang menjadi tantangan bagi pengembangan moderasi beragama adalah munculnya paham keagamaan yang bersifat transnasional.
Paham keagamaan transnasional ini memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan paham keagamaan, terutama Islam yang telah berkembang di Indonesia. Ciri-ciri tersebut adalah bahwa paham keagamaan yang bersifat transnasional tersebut cenderung menekankan pada penolkannya terhadap segala bentuk nilai dan kebudayaan bangsa dengan semangat keagamaan yang kaku yang mengarah pada sikap resisten.
Biasanya bentuk paham seperti ini memiliki ciri pada paham keagamaan yang puritan dengan semangat untuk memperbaharui ajaran agama (renewal) yang menganggap segala bentuk penghormatan tradisi, budaya dan nilai-nilai luhur kebangsaan sebagai kesyirikan. Kemudian karakteristik lain dari bentuk tantangan paham keagamaan transnasional adalah keinginannya untuk menghadirkan kepemimpinan global seperti khilafah, darul Islam, maupun imamah yang diorientasikan pada cita-cita membangun umat yang satu (reimaging the ummah).
Orientasi ideologi tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan menggerus rasa cinta kepada tanah air dan bangsa yang tentu saja berseberangan dengan prinsip bhinneka tunggal ika dan negara-bangsa (nation state). Realitas kecenderungan paham keagamaan yang bersifat transnasional tersebut pada saat ini semakin kuat.
Dalam menghadapi perkembangan kemunculan ideologi yang membahayakan persatuan bangsa, pemerintah perlu serius melakukan penanganan supaya ideologi dan gerakan tersebut tidak membahayakan bangsa.
Dalam konteks pengembangan dan penguatan moderasi beragama, peran penting pesantren perlu dihadirkan sebagai bentuk strategi proses pendidikan yang berada dalam kelembagaan pesantren. Pesantren memiliki tugas penting untuk secara konsisten mengembangkan nilai moderatisme ke-islaman berwawasan kebangsaan.
Selengkapnya File Buku Moderasi Beragama, Pengembangan dan Implementasinya dalam Pendidikan Pesantren, dapat di Download melalui link di bawah ini: